Gaji Guru
Anwari Doel Arnowo
Sunday, December 02, 2007
Orang Jawa mengartikan kata Guru seakan-akan sebagai singkatan dari digugu dan ditiru. Dalam bahasa Jawa kata gugu, mempunyai pengertian anutan, digugu berarti dianut dan didengarkan atau disimak. Tiru dalam bahasa Jawa sama artinya dengan tiru dalam bahasa Indonesia, ikut berbuat dengan menyamakan bentuk perbuatannya. Dalam bahasa Jepang hurufnya, sama seperti halnya dalam susunan huruf China, mengindikasikan pengertian lahir terlebih dahulu, atau senior.
Apa yang ada di dalam masyarakat orang Jepang adalah conto yang baik dan harus kita simak dan saya coba menerangkan mengapa saya mengatakan dan berpendapat demikian. Kata guru dalam bahasa Jepang adalah sensei. Aksara atau huruf Sen yang bisa disebut dengan saki yang mempunyai multi arti: prioritas, pokok, tujuan, sebelum atau duluan. Suku kata Sei yang hurufnya mempunyai arti tepat sama dengan kata umareru yang artinya dilahirkan; dengan demikian Sensei adalah: Orang yang lahir terlebih dahulu. Kata sensei dipakai secara resmi pertama sebagai ganti kata GURU dan yang kedua: panggilan kehormatan karena senioritas, karena orang yang dipandang dan patut dihormati tanpa memandang orang itu bertitel atau tidak.
Di dalam sebuah komunitas tertentu, seseorang yang dipanggil dengan kata sensei, biasanya adalah seseorang yang terkesan berwibawa, yang pantas dianggap sebagai seorang yang senior, seorang yang tergolong sebagai distinguished gentleman. Dia boleh saja tidak berpendidikan akademis dan tidak mempunyai gelar kebangsawanan, atau bahkan tidak memiliki kekayaan yang melimpah, tetapi dia memiliki sesuatu yang disebut sebagai amat berpengalaman (experienced) dan mempunyai status terlahir terlebih dahulu.
Dalam suasana berkelakar pun kadang-kadang dipakai untuk memanggil seseorang, sesungguhnya dimaksudkan sebagai pemberian gelar yang sebaliknya, kurang hormat.
Mengapa saya agak bersusah payah ingin menerangkan arti dan makna kata guru, hal itu agar kita ingat di dalam bahasa Melayu sekalipun, kalau menyebut seseorang dengan sebutan Tuan Guru, belum tentu yang disebut adalah sebenar-benarnya seorang guru yang mengajar sebuah kelas. Itu adalah arti kiasan bahwa yang disebut adalah seseorang yang patut dihormati. Itulah sebabnya di Jepang seorang guru berada di tempat kedudukan yang amat penting karena amat disadari bahwa guru adalah pelaku di ujung tombak gerak Negara Jepang, yang telah menjadi mashur dengan tingkat kemajuannya …. Bagaimana negara Jepang melalui pemerintahnya, mewujudkan pendapat bahwa peran guru itu demikian pentingnya sehingga benar-benar bisa berhasil dan bisa membuat seorang guru bisa memperoleh penghormatan yang pantas oleh masyarakat di mana dia berada.
Saya tidak lupa bahwa, sebandel apapun saya pada waktu kelas lima murid Sekolah Rakjat Jalan Ambengan Surabaya, kalau guru saya, pak Kahar, datang dan turun dari kereta anginnya (sepedanya yang bukan sepeda motor), saya menerima sepedanya dan memarkirnya ditempat yang telah ditentukan. Saya lakukan itu setelah usai pak Kahar mengambil tasnya yang tadinya ia sangkutkan di batang horizontal di depan sadelnya. Bangga saya bisa berpacu dengan seorang teman, dengan siapa saya mampu terlebih dahulu agar bisa mendapat kesempatan untuk memarkir sepedanya. Sepeda biasa, standard, tidak mewah dan tentu saja bersih terpelihara.
Teringat saya selalu menulis sebuah surat pribadi kepada setiap menteri baru dalam kabinet baru yang membidangi masalah pendidikan, dan ada yang saya berikan carbon copynya kepada menteri yang membidangi keuangan. Isinya sama persis dan saya belum pernah mendapat jawaban apapun sampai hari ini. Mungkin saja surat-surat saya itu sampai di meja-meja staffnya dan saya dianggap merepotkan saja. Padahal isinya adalah permohonan agar gaji guru Sekolah Dasar diberi kenaikan yang signifikan, yaitu sebesar sepuluh kali. Sepuluh kali? Itu saya usulkan karena waktu itu pemerintah baru menaikkan sepuluh kali gaji para pegawai yang membidangi masalah keuangan Negara, dimana konsentrasi diberikan kepada para pegawai Bea dan Cukai (douanne). Mengapa para pegawai bea dan Cukai? Karena korupsi di instansi itu amat besar nilainya. Saya mengusulkan kenaikan gaji guru karena beberapa hal yang saya sebutkan dibawah ini.
1. Anak-anak saya pada waktu belajar di Sekolah Dasar, sudah menduduki peringkat juara kelas bertahun-tahun lamanya dan ada yang menyandang gelar sebagai juara Jakarta Selatan. Pulang sekolah pukul 13.00 siang, makan dan ganti baju, terus harus berangkat lagi ke gedung Sekolah yang sama. Apa pasal rupanya? Dia harus ikut les tambahan, membayar pula! Memang tidak semua murid ikut. Yang malang nasibnya, agak kurang peringkatnya, justru tidak bisa ikut les, karena tiadanya biaya. Saya menjadi sadar bahwa guru yang memberi les tambahan itu membutuhkan penghasilan lebih, terbukti murid yang kurang pandai, justru dibiarkan tidak ikut les, karena tidak bisa membayar biaya les.
2. Ada salah seorang guru bantu (honorer) yang bersedia selama bertahun-tahun menjadi calon guru tetap, hanya karena setiap kali ada kesempatan dia selalu mendaftar menjadi guru yang pegawai negeri. Ada masa depan bagi yang bisa menikmati uang pensiun. Gaji yang diterimanya waktu itu adalah Rp.20.000,- sebulan, sedang biaya transport ke dan dari sekolahnya, upah membayar biaya becaknya saja sudah sekitar Rp.300 per harinya. Apa yang diharapkannya dari gaji sebulannya yang selalu tidak pernah mencukupi kebutuhan minimumnya??
Kegelisahan dan kesusahan seorang guru dalam menanggung beban hidupnya dapat dibaca sebagai pangkal kesusahan dari para orang tua murid yang bersekolah dimana guru tersebut mengajar.
Dalam memenuhi kehidupan minimum saja para guru ini sampai tahun 2007 ini kelihatan belum berhasil. Bacalah nasib guru-guru di tempat-tempat terpencil.
|
Rabu, 17 Oktober 2007 |
|
|
|
Kesejahteraan guru Guru Terpencil, 3 Bulan Belum Terima Gaji Bandung, Kompas - Ribuan guru bantu daerah terpencil di Provinsi Jawa Barat belum menerima honor atau gaji sejak tiga bulan terakhir. Keterlambatan pencairan ini pun dikhawatirkan berdampak pada kinerja, psikologi, dan ekonomi keluarga mereka. Ketua Paguyuban Guru Bantu Daerah Terpencil (GBDT) Jawa Barat Dede Supendi, Selasa (16/10), mengatakan, honor bulanan sebesar Rp 750.000 terakhir diterima guru pada 3 Juli lalu. Yang mengecewakan, gaji itu belum juga dicairkan sebelum Lebaran kemarin. Untuk menutupi kebutuhan harian dan Lebaran, sejumlah GBDT terpaksa bekerja sambilan. Asep Sutrisno (40), guru bantu di Subang, salah satunya. Ia masih bisa bertahan hidup dari usaha sampingannya berjualan di Pasar Sukamandi. "Banyak teman-teman yang terpaksa berjualan bubur ayam, bajigur, dan lainnya di malam hari untuk mencari tambahan penghasilan," ujar Asep. Ida Purnamawati (38), GBDT asal Subang lainnya, mengandalkan kerja sampingan sebagai juru masak kuli bangunan. Menurut Dede, keterlambatan ini menunjukkan pemerintah pusat ataupun daerah masih tidak peka terhadap nasib guru. "Tolong, pemerintah jangan menutup mata. Kami sudah memenuhi hak, mengajar. Pantas tidak jika kami menuntut hak?" katanya. Mewakili para GBDT se-Jabar, Dede berharap pemerintah kabupaten/kota bisa mengambil langkah progresif dengan mengeluarkan dana talangan. Hal semacam ini telah dilakukan di Kabupaten Purwakarta dua hari menjelang Lebaran. Ketika itu para GBDT sempat mengadu ke DPRD dan mengancam akan mogok mengajar. Besaran dana talangan itu Rp 220 juta. "Ini kan tidak terlalu besar. Di daerah lain, jumlahnya juga tidak jauh beda," ujarnya. Di Jabar, saat ini terdapat 1.509 GBDT yang tersebar di 19 kabupaten/kota. Persoalan keterlambatan macam ini juga terjadi tahun lalu. Ketua Komisi E DPRD Jabar Nur Suprianto yang dihubungi terpisah mengecam persoalan ini. Menurut dia, hal semacam ini tidak akan terjadi jika ada antisipasi dari Pemprov Jabar sebelumnya. "Dananya kan sudah ada, telah dianggarkan sejak jauh hari, Desember 2006 (APBD). Penerimanya kan juga itu-itu saja. Harusnya, draf (ketentuan) dan pergub-nya sudah bisa disiapkan jauh-jauh hari. Mei telah selesai. Lalu, tinggal verifikasi nama." Para perwakilan GBDT dari 17 kecamatan di Purwakarta sudah menyampaikan keluhan itu sejak lama. Pada 20 September lalu, perwakilan GBDT dari 16 kabupaten di Jabar juga mendatangi kantor Dinas Pendidikan Jabar. Menanggapi kasus itu, Kepala Seksi Ketenagaan Subdinas Pendidikan Dasar Uuh Suparman menyatakan prihatin karena provinsi tidak mampu mencairkan honor tepat waktu. Kendalanya, belum seluruh proposal perpanjangan kontrak GBDT dari daerah diterima provinsi. Proposal harus disesuaikan menyusul terbitnya Peraturan Mendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. (jon) |
|
Selasa, 18 September 2007 |
|
|
|
Hanya 371 Guru Pedalaman yang Mendapat Insentif Ambon, Kompas - Insentif bagi pengajar di daerah pedalaman di Provinsi Maluku tahun ini hanya untuk 371 guru. Kuota dari pemerintah pusat itu masih jauh dari kondisi riil. Andre Jamlay, Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Tinggi, Dinas Pendidikan Maluku, Senin (17/9), menyebutkan, di Maluku terdapat 21.548 guru untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Dari jumlah itu, hampir separuhnya bertugas di daerah terpencil, mengingat wilayah Maluku adalah kepulauan. Saat ini masih banyak guru yang mengajar di daerah terpencil dengan fasilitas minim, baik dari segi perumahan maupun gaji. Andre mengatakan, dirinya kesulitan membagi kuota itu untuk delapan kabupaten yang masuk kategori tertinggal. Sebab di Maluku hanya Kota Ambon yang tidak memiliki guru di daerah pedalaman. "Tahun ini insentif bagi pengajar di daerah pedalaman hanya untuk 371 guru. Jatah ini harus dibagi merata dengan kriteria yang jelas dan transparan supaya tidak muncul kecemburuan," ujarnya. Seleksi diserahkan ke kabupaten dengan kriteria lama mengabdi di daerah terpencil, usia, pangkat/golongan, dan jumlah jam mengajar di sekolah. Kriteria tersebut dibuat dalam rangka mengetatkan seleksi karena keterbatasan jatah penerima insentif. Nilai insentifnya, menurut Andre, satu kali gaji pokok. Sebagai gambaran, golongan III dengan masa mengajar di atas 10 tahun gajinya sekitar Rp 2 juta. Dalam meningkatkan kesejahteraan guru, Pemerintah Provinsi Maluku secara bertahap juga menyediakan fasilitas rumah dinas bagi guru-guru di daerah terpencil. Hal tersebut dilakukan mengingat selama ini banyak guru yang menolak ditugaskan ke pedalaman karena tidak ada failitas perumahan yang layak. (ANG) |
Pemerintah kita tidak mampu mengangkat kesejahteraan pagawainya sendiri, termasuk guru-guru. Saya tidak ingin menjelekkan negara sendiri dan pemerintahnya, tentu saja. Tetapi banyak fakta menunjukkan seakan-akan kita saat ini hanya berjalan di tempat selama puluhan tahu. Saya tahu pemerintah Indonesia dengan aparatnya akan mudah membantah dan berdebat tiada berkeputusan, akan tetapi tetap tidak menunjukkan hasil yang pantas. Mari kita bandingkan dengan beberapa negara lain yang kaya, yang amat menyayangi sumber daya manusianya yang bekerja di bidang pendidikan. Saya cuplik beberapa data untuk perbandingan, gaji guru yang terendah dan gaji guru yang tertinggi di Canada, Amerika Serikat Jepang dan Australia.
==========================================
Minimum Maksimum
==========================================
CANADA. Per year
Vancouver 35,409 50.943 Can$= Rp. 9700,--
Ontario-Tor. 31.681 52.691
==========================================
U. S. A. Per year
California rata-rata 55,693
South Dakota ,, 32,414 US$ - Rp. 9,300.--
==========================================
Japan. Per month
156,500 516.200 ¥ = Rp.84,--
==========================================
Australia. Per year
41,109 58,692 AU$ = Rp.8264,-
==========================================
Kalau ingin melihat dengan lengkap semua daftar yang tertera untuk tiap-tiap negara silakan membuka web: http://www.educationworld.net/salaries_jp.html khusus untuk Jepang dan untuk lain-lain negara lengkap, webnya adalah: http://www.educationworld/teacher_salaries.html.
Terbaca dalam daftar yang ada, Jepang adalah satu-satunya negara dimana Negara melalui pemerintahnya dan bentuk undang-undangnya amat menghargai guru-guru yang mendidik murid-murid yang sebagian akan ikut mengemudikan pemerintahan di kemudian hari. Seorang kepala Sekolah Dasar akan sama gajinya dengan seorang Professor di Perguruan Tinggi, yang lebih dari 450 juta Rupiah setiap bulannya.
Bukankah dengan pendapatan seperti itu, dia tidak usah risau kalau harus berlangganan majalah ilmiah di sebuah web melalui internet. Dia bisa menggaji orang lain untuk melakukan pekerjaan seperti layaknya seorang public relations – hubungan masyarakat, sehingga bisa selalu menjaga dirinya dalam kecerdasan yang patut.
Saya pernah menyaksikan salah seorang Professor yang mewakili instansi pemerintah, berkata di dalam salah satu sidang di dpr yang mengatakan: “Banyak rekan-rekan saya yang sekarang lebih suka masuk ke dunia politik, bahkan sekarang duduk di dpr selaku anggota.
Mengajar di Perguruan Tinggi dia akan menerima dalam satu bulannya maksimum 2,5 juta Rupiah. Kalau bekerja di dpr dia akan menerima sebesar sekitar duapuluh kalinya. Bukankah mereka tidak dapat disalahkan??
Ya, sebenar-benarnya kita semua ini bukan mau saling menyalahkan. Tetapi perlu sekali diketahui, kalau saja manajemen keuangan yang dikelola pemerintah, dikelola dengan amat professional, maka kedayagunaan dan ketepatgunaannya akan menolong untuk dapat menaikkan pendapatan atau gaji para aparatnya agar bisa bekerja dengan jujur. Harus berani mengakui bahwa anggaran yang boros dan terjadi kebocoran-kebocoran dimana-mana menyebabkan gagalnya pembinaan sumber daya manusia yang dimiliki pemerintah.
Anwari Doel Arnowo
Sunday, December 02, 2007 - 18:42:04
---ooo000ooo---
No comments:
Post a Comment